Jangan sungkan
merealisasi impianmu, tentu Tuhan Maha
tahu namun semua hal perlu engkau nyatakan (doa dan usaha) sebagai bentuk
kesungguhanmu – CakraDonya 2010
Itu adalah
sebuah kesimpulan yang aku tarik setelah mengikuti
motivasi yang membakar semangatku dari sang mentor suatu ketika disebuah
seminar.
Getaran
semangatnya menjadi energiku, keliling dunia merupakan salah satu impianku,
namun sungguh terasa berat
dan tak memungkinkan karena keterbatasan uang dan waktu dan kemudian impian-impian itu hanya tertulis rapi disebuah
buku catatan mimpiku.
Aku begitu percaya dengan kebenaran kalam-Nya pada potongan surat Al-Falaq:
Bacalah dengan nama Tuhan!. Meski aku
belum mampu membaca langsung keindahan ciptaan Allah dihamparan dunia ini,
namun aku percaya dengan membaca tulisan-tulisan tangan para traveler, penakluk
gunung, pengarung lautan, penjelajah dunia maka itu sama halnya aku telah
melangkah setapak dan suatu hari nanti akupun akan berada ditempat-tempat yang
mereka tuliskan.
Bermodalkan
smartphone aku mencari berbagai
informasi yang kemudian membuatku
Juli
2011 kesempatankupun tiba. Promo medan- Jakarta-Surabaya yang membelalak mata,
dengan hanya menambah Rp.340.000 untuk transit Polonia medan, karena memang
dari Banda Aceh hanya ada penerbangan langsung ke negeri jiran :’) besar harapan
kami AA bisa menambahkan segera departure
keberbagai daerah atau negara lainnya. Setelah menentukan tempat duduk, serasa
ini pesawat milik pribadi. Lalu dengan semangat mengisi data diri dan
kebingunganpun muncul pada tahap pembayaran, iya aku hanya menggunakan layanan
bank daerah yang tidak masuk dalam proses pembayaran AA. Namun demikian
penerbangan ini tak mungkin dibatalkan, tak hanya sebatas impian J teman-teman disanapun telah ku kabarkan dan akan
menunggu- Tak ingin merasa kecewa dan mengecewakan. Akupun meminta bantuan
salah satu teman yang sudah keberbagai Negara di Asia dengan AirAsia dan pada akhir tahun 2012 untuk
kedua kalinya ia dengan senang hati melakukan pembelian tiket atas namaku.
Pada
pertengahan tahun 2013 aku kembali melanjutkan perjalanan bersama teman-teman
arisan bunda ke Jakarta dan bandung dengan pembelian tiket juga melalui temanku
dan tanpa dipungut biaya seperti layaknya travel-travel, karena menurutnya ini
sudah saling menguntungkan.
September
2013 segala aktifitas kampusku selesai hanya menunggu jadwal wisuda, aku
dan empat koncoku
terlibat diskusi tentang keinginan melanjutkan study ataupun traveling ke negeri orang. Aku yang tercipta memiliki kesabaran dalam meniti
proses kehidupan, namun juga tercipta tak mampu menahan keinginan yang menurut
akal sehat bisa segera diwujudkan. Tak menunggu 1x24 jam dengan honda
kesayanganku dan yamaha andalan temanku kami menuju kantor imigrasi untuk
mengetahui cara dan
mengambil formulir untuk pembuatan
passport.
--benar saja 6 februari 2014 perjalanan pertamaku keluar negeri dimulai. Tujuan
utama kami adalah untuk pengobatan dindaku. Kasihan sekali sinusitis mengganggu karir drama teaternya, sungguh dia adalah
pelakon yang diandalkan. *prokprok
Sampainya di LLCT kami
langsung
menuju petugas imigrasi,
jangan lupa membaca disetiap pos petugas imigrasi dengan benar, silahkan
menuju pos bertuliskan ‘Foreign’ untuk WNA karena ada
yang tidak cermat dan salah mengantri sehingga harus bolakbalik dengan
tentengan barang yang melelahkan.
Ayah, Bunda dan
adikku sudah menunggu dijalur belakang pos namun
aku dicegat petugas, pak cik petugas memintaku turun kelantai bawah untuk
membeli tiket pulang. Kami belum
membelinya karena belum pasti berapa lama akan disana, namun ayah,
bunda dan adikku telah mendapatkan stempel imigrasi setempat tanpa perlu menunjukkan tiket pulang.
Setelah menjelaskan tidak panjang dan tidak lebar lalu ayah datang menambah
penjelasan lagi dengan bahasa Indonesia
beraksen Aceh yang kemudian diakhir penjelasan petugas berkata ‘pak cik pernah
tinggal d Malaysia kah?’, mungkin terdengar seperti logat melayu ditelinganya.
Petugas tersenyum dan passportku pun mendapatkan stempel.
Memasuki bandar
udara tersebut kami menuju money charger (tidak direkomendasikan menukar uang
di bandara karena muahal pake banget) dan disana juga banyak stand yang menawarkan
berbagai jasa angkutan umum dan kami memilih taxy.
Setelah membayar, kami diarahkan menuju parkiran taxy di luar bandar. Memilih jasa apapun langsung
ke loketnya, jangan khawatir tanpa bantuan siapapun kita tentu bisa, bukankah calo tersebut
juga orang asing bagi kita.
Kami
menuju hotel yang letaknya dekat dengan hospital yang kami perlukan. Adamson
Hotel menjadi pilihan, untuk jiwa backpacker
hotel ini lebih dari cukup, tetapi karena
perjalanan bersama keluarga pilihan familyroom tentu cukup nyaman dan
sepanjang jalan didepan hotel ada PKL yang menjajakan dagangannya setiap saat.
#Cukstaw ada satu tenda pas didepan hotel yang jualnya orang indonesia lhoo,
masakannya juga ga jauh beda rasanya dengan khas nusantara.
Keesokan
harinya, setelah sarapan kami menuju rumah sakit islam yang lokasinya tidak
jauh dari penginapan. Langsung menuju administrasi untuk mendaftarkan nama
adik, juga checkup bunda dan sekaligus ayah karena sejak pagi beliau terlihat
kurang sehat dan benar saja sinusitisnya kembali kambuh. Kami terkagum-kagum
melihat seisi rumah sakit menghentikan kegiatannya sejenak, baik itu juru rawat,
dokter, bahkan para pasien; baik itu diloket, ditangga, kursi menunggu, bahkan
satpam yang berdiri dipintu masukpun terlihat khusyuk mengadahkan tangan dan
mengaminkan do’a kesehatan dan kesembuhan. Ini hospital pertama yang membuat
saya terharu.
Karena
kami belum membuat temu janji dengan dokter, maka seharian itu kami hanya bisa
menemani bunda melakukan full checkup
dan kembali esoknya untuk bertemu dokter-dokter.
Keesokan
harinya, setelah mengurus pengobatan tiga orang terkasihku. Aku meminta izin
sejenak melihat TwinTower dari jarak dekat, meski berat hati aku dan adikpun
diizinkan karena memang kondisi ayah bunda tak mungkin menemani dan besokpun
kami harus kembali ke Aceh.
Malamnya
kami sempatkan menikmati kembali sajian lezat khas Malaysia :x
Tepat
pukul 7 driver telah standby di depan hotel untuk mengantarkan kami ke airport.
Tiket juga telah dipesan oleh teman bunda, mungkin karena ia mengabarkan jadwal
tiket pada saat sepertiga malam yang mengakibatkan salah ketik sms dan
berakibat kami salah menuju bandara. Sesampai di KLIA aku menuju loket dan
meminta awak AA mencetak bukti booked,
dengan kaget ia menjelaskan dengan singkat apa yang terjadi dan mengarahkan
kami menuju LCCT dengan bergegas karena boarding time tinggal 28 menit lagi.
Tiba di LCCT,ada dua orang yang berpakaian merah menyala menyapa dan mengarahkan
kami menuju antrian checkin. Mereka
berdua entah diberi tahu temannya dari KLIA atau langsung Allah gerakkan untuk
membantu.
Intermezo-
Setelah
peragaan keselamatan dilakukan aku mulai membaca lembaran-lembaran majalah yang
disediakan. Terpaku pada sebuah ungkapan yang tertulis, Simon says: Don’t be a tourist when you’re visiting a
new city, be sure to a taste of local life.
Benar
kata simon, empat kali menikmati perjalanan ke pulau jawa dengan menganggap
diriku adalah seorang turis, berlaku layaknya turis dan mendapatkan pengalaman
hanya sebatas turis dan object wisata tampak. Tak menyatu dengan alam dan
masyarakat sekitar. Terhenyak dengan kalimat Simon, akupun bertekad ketika tiba
dinegeri jiran mindset keturisanku
akan dihilangkan dan siapa sangka aku yang pendiam, tak pintar berinteraksi
baik dengan orang asing mampu melakukannya, bolak-balik sendiri mengurusi
segala keperluan berobat keluargaku. Alhamdulillah berkat AA kami akan terbang
lagi Aceh-KL-Jogja maret 2015 dapat promo PP
dihunting teman, semoga petuah
Simon kembali bisa diterapkan. Terima kasih Simon, terima kasih Air Asia :-*
·
Tulisan ini
dibuat untuk mengikuti Kompetisi Blog 10 Tahun Air Asia Indonesia dengan tema Bagaimana AirAsia Mengubah Hidupmu